KANG SARIN SAAT BERTUGAS |
Dedikasi
adalah sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu
usaha yang mempunyai tujuan yang mulia, dedikasi
ini bisa juga berarti pengabdian untuk melaksanakan cita-cita yg luhur dan
diperlukan adanya sebuah keyakinan yang teguh. Kalau anda melakukan perjalanan
ke arah pasar pamarayan, tepatnya di simpang tiga Jembatan Bojong Loa sekitar
pukul 07.00 sampai sekitar pukul 11.00, anda akan menjumpai seorang laki-laki
berdiri ditengah jalan, ia menggunakan kacamata hitam, celana panjang
masing-masing terdapat dua kantong besar di sebelah kiri-kanan, ia juga
mengenakan peluit, topi, dan jaket. Oleh masyarakat sekitar, laki-laki itu
dikenal dengan sebutan Kang Sarin.
Kang
Sarin yang nama aslinya Muhammad Sarin, lahir pada September tahun 1963 di
Jakarta Pusat. Kang Sarin ialah anak ke 6 dari 9 Bersaudara dari pasangan bapak
Mohammad Amin dan Ibu Aminah. Beliau lahir di Jakarta dikarenakan kedua
orangtuanya yang sudah lama bekerja di Jakarta. Kang Sarin ialah Pelayanan arus
lalu lintas di jalur Pamarayan-Rangkasbitung-Harendong. Menurut penuturannya, sebelum
menjadi seorang juru lalu lintas, pernah Kang Sarin bekerja pada beberapa
perusahaan. Pertama kali bekerja pada PT Kencana di sekitar Bandara Soekarno-Hatta
selama tiga tahun, lalu di Kantor kehakiman sebagai satpam di Tanggerang selama
tiga bulan, dan beberapa perushaan lainnya di Jakarta maupun Tanggerang. Hilir
mudik dari satu Pabrik (perusahaan) ke pabrik lainnya. Sejak tahun 70an sampai
akhir tahun 2000an Kang Sarin menghabiskan waktunya melanglang buana bekerja di
luar daerah. Barulah sekitar tahun 2001 mulai menetap di Pamarayan. Dan mulai
menjadi “juru lalu lintas” sejak 2014, saat masa pemerintahan kepala desa
Nurudin.
Memulai
setiap hari dengan ngopi pahit dan sarapan. Kang Sarin rutinnya jam 7 pagi
sudah stand by di pertigaan jembatan bojongloa sampai sekitar jam 11 siang.
Mengatur aktivitas lalu lintas transportasi. Khusus pada hari Sabtu dan minggu,
dengan sigap Kang Sarin mengarahkan kendaraan roda empat yang bergerak menuju
Pasar pamarayan agar memutar melalui jalan tangsi, hal itu dilakukan karena
pada hari tersebut ialah hari pasar, sehingga arus cukup satu arah saja, jika
tidak, maka akan menimbulkan kemacetan. Sudah lazim di negeri ini apabila
pengendara banyak yang melanggar aturan lalu lintas. Sebagaimana halnya yang
dialami oleh Kang Sarin, pernah bahkan sering Kang Sarin ditegur atau dibentak
oleh pengemudi roda empat yang keukeh menerobos jalur pasar pada hari sabtu
atau minggu. Umumnya pengendara roda empat yang menolak arahan Kang Sarin ialah
karena ingin cepat lewat pasar, padahal justru menimbulkan kemacetan dan membua
si penedndara lebih lama mencapai tujuan.
Orang-orang
pamarayan sudah sering melihat Kang Sarin berpanas-panasan ditengah jalan,
seperti lupa akan panasnya sinar matahari. Kulitnya yang hitam, tentu saja
bertambah hitam. Debu jalanan dan bisingnya kendaraan sudah menjadi kerabat
bagi Kang Sarin. Meski panas matahari menyengat, beliau tetap tidak bergeser
sedikitpun dari tempatnya. Jarang sekali ditemukan beliau berteduh sebelum
pekerjaanya selesai. Kang Sarin bilang kalau matahari ialah mahluk Allah yang
sangat patuh dan tidak pilih-pilih dalam menyinari mahluk-mahluk bumi.
Apa
yang dikatakan Kang Sarin itu membuat penulis kaget. Sebab apa yang
dikatakannya itu sangat mendasar namun justru jarang terpikirkan oleh kita.
Para koruptor tetap di berikan hangatnya sinar mentari pagi, orang-orang alim
juga diberikan, siapapun saja tanpa kenal kasta dan ukuran-ukuran moral
lainnya. Cahaya matahari tidak berubah menjadi dingin saat menyapa Kang Sarin,
juga tidak berubah menjadi bertambah panas saat menyentuh kulit para pendusta
rakyat. Matahari senantiasa konstan bekerja. Sebagaimana halnya Kang Sarin yang
konstan mengabdi untuk kelancaran lalu lintas.
Soal
gaji beliau? Atas pengakuannya, beliau senantiasa mendapat upah per minggu
sekitar Rp. 100.000 rupiah. Uang tersebut bersumber dari kas Desa khususnya
dari kas Pasar yang dikelola oleh Desa. Upah yang tentu saja jauh dari kata
mencukupi untuk hidup sehari-hari. Dari sini, penulis berharap dan mengajak
serta semua kalangan masyarakat untuk ikut peduli terhadap dedikasi yang sudah
diberikan oleh Kang Sarin. Toh itu untuk kepentingan umum. Sebab beliau
merupakan manusia biasa yang harus memenuhi kebutuhannya. Memang, ragam
aktivitas manusia bisa kita temukan dimanapun saja. Dan orang seperti Kang
Sarin, terdapat banyak di negeri kita. Manusia manusia intan ini tersebar
disetiap wilayah, melakukan apa saja semampu-mampunya. Bukanya tidak
mengharapkan upah yang lebih, namun pilihannya yang utama ialah bekerja saja
dan mengabdi.
Beliau mengharapkan mempunyai seragam dinas
untuk bekerja. Lengkap dengan sepatu, topi dan peluit yang baru. Itu keinginan
yang beliau utarakan saat mengunjungi Kantor Desa pada sabtu 31 Desember 2016.
Keinginan yang tentu saja tidak muluk. Beliau manusia biasa dengan pengabdian
yang luar biasa. Penulis sendiri sudah lama berkeinginan untuk menulis secara
khusus tentang Kang Sarin. Karena seringnya melihat beliau berpanas-panas
ditengah jalan mengatur lancarnya lalu lintas. Alhamdulillah catatan
tentang Kang Sarin bisa dimuat hari ini.
Sambil tulisan ini dimuat, beliau tengah asik mengunyah gorengan, minum kopi
dan tertawa lepas menceritakan keunikan hidupnya.
Sudah
hampir tiga tahun Kang Sarin bekerja sebagai juru lalu lintas di Pamarayan.
Sejak itu pula ia mulai menyadari betapa pekerjaannya mengasikan. Lebih dari
itu, penulis melihat bahwa apa yang dilakukan Kang Sarin bukan sekedar
pekerjaan biasa. Itu adalah pengabdian. Dan yang namanya kebaikan, sekecil
apapun tetaplah merupakan kebaikan. Semoga Allah SWT yang Maha Rahman membalas
jasa hidup Kang Sarin. Amin.